Inventarisasi Tumbuhan Tingkat Pancang Dan Semai Berkhasiat Obat Di Lembo Yang Digunakan Oleh Suku Dayak Tunjung Kampung Ngenyan Asa Kecamatan Barong Tongkok Kabupaten Kutai Barat

  • Eldi Parliansyah Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, Samarinda.
  • Paulus Matius Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, Samarinda.
  • Hastaniah Hastaniah Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, Samarinda.
  • Yosep Ruslim Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, Samarinda.
Buah Lokal, Kearifan lokal, Lembo, Obat tradisional, Suku Dayak Tunjung

Abstrak

Salah satu cara pengelolaan hutan oleh masyarakat tradisional suku Dayak di kabupaten Kutai Barat adalah dengan menanam berbagai macam tumbuhan buah-buahan lokal yang biasa mereka sebut lembo. Selama ini lembo dikenal luas sebagai penghasil buah-buahan, namun pada penelitian ini bertujuan untuk mempelajari manfaat lain yang dapat diperoleh dari lembo tersebut, yang dalam hal ini adalah pemanfaatan tumbuh-tumbuhan sebagai bahan obat tradisional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, hasil inventarisasi dua lokasi lembo yaitu di lembo  labakng iweeq dan lembo labakng mooq, pada lokasi pertama diperoleh tumbuhan tingkat pancang 43 jenis dari 22 famili dengan jumlah individu 1.255 dan dengan kerapatan 125.946 individu ha-1, tingkat semai dan tumbuhan bawah 54 jenis dari 35 famili kerapatan 6.784 individu ha-1, Pada lokasi kedua diperoleh, tingkat pancang  33 jenis dari 20 famili dengan kerapatan 3.961 individu ha-1, semai dan tumbuhan bawah 35 jenis dari 25 famili dengan kerapatan 3.961 individu ha-1. Hasil wawancara tentang pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan obat tradisional oleh masyarakat ditemukan 34 jenis dalam 27 famili tumbuhan yang dimanfaatkan untuk mengobati 37 macam penyakit diantaranya adalah, Poikilospermum suaveolens (Blume) Merr yang digunakan untuk mengobati kencing batu, sakit pinggang, kanker, sariawan, penambah berat badan. Eurycoma longifolia Jack diginakan untuk mengobati rematik, tipes, sakit pinggang, susah buang air kecil, luka luar dan impoten. Fordia splendissima (Blume ex Miq.) Buijsen digunakan untuk penawar racun binatang, keracunan makanan, bedak dan peralatan dalam ritual pengobatan. Proses  pengolahan yang paling banyak dilakukan sebelum pemakaian adalah dengan merebus bagian tumbuhan dan meminumnya 11 jenis (20%), pemanfaatan bagian tumbuhan secara langsung 10 jenis (19%), sebagai peralatan dalam ritual pengobatan 8 jenis (15%).

Download

Belum ada

Referensi

Ardhana, I. P. G. (2012). Ekologi Tumbuhan. Denpasar: Udayana University Press.

Mueller-Dombois, D. & Ellenberg, D. (1974). Aims and methods of vegetation ecology. New York: Wiley.

Fachrul, M. F. (2012). Metode sampling bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.

Falah, F., Sayektiningsih, T., & Noorcahyati, N. (2013). Keragaman Jenis dan Pemanfaatan Tumbuhan Berkhasiat Obat oleh Masyarakat Sekitar Hutan Lindung Gunung Beratus, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam. https://doi.org/10.20886/jphka.2013.10.1.1-18

Garvita, R. V. (2015). Pemanfaatan Tumbuhan Obat Secara Tradisional Untuk Memperlancar Persalinan Oleh Suku Dayak Meratus Di Kalimantan Selatan. Warta Kebun Raya (Semi-Popular Magazine), 13(2), 51-58.

Indriyanto. (2015). Ekologi hutan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Matius, P., Setiawati & Pambudhi, F. (2014). Petunjuk Teknik Pembangunan Kebun Buah-Buahan (Lembo) Oleh Kepala Adat. Samarinda: Pustaka Kajian Perubahan Iklim Universitas Mulawarman (P3I-UM).

Matius, P., Tjwa, S. J. M., Raharja, M., Sapruddin, Noor, S., & Ruslim, Y. (2018). Plant diversity in traditional fruit gardens (Munaans) of benuaq and tunjung dayaks tribes of West Kutai, East Kalimantan, Indonesia. Biodiversitas. https://doi.org/10.13057/biodiv/d190414

Prasetyo, B., & Jannah, L. M. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Rajawali Press. Jakarta.

Purwanto, Y. (1998). Pengobatan Dan Pemanfaatan Sumber Daya Tumbuhan Masyarakat Tinimbar-kei dan Perspektif Ekologinya. Prosiding Seminar Nasional Etnobotani III dengan Tema Kebijakan Masyarakat Lokal Dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati Indonesia; 5-6 Mei 1998. Lab. Etnobotani, Balitbang Botani, Puslitbang Biologi, LIPI.

Ruslim, Y. (2011). Penerapan Reduced Impact Logging Menggunakan Monocable Winch. Jurnal Manajemen Hutan Tropika, 17(3), 103-110.

Ruslim, Y., Sihombing, R., & Liah, Y. (2016). Stand damage due to mono-cable winch and bulldozer yarding in a selectively logged tropical forest. Biodiversitas Journal of Biological Diversity, 17(1), 222-228.

Susiarti, S. (2005). Indigenous Knowledge on the Uses of Medicinal Plants by Dayak Benuaq, West Kutai, East Kalimantan. Journal of Tropical Ethnobiology, 2(1), 52-64.

Setyowati, F. M. (2010). Etnofarmakologi dan pemakaian tanaman obat suku dayak tunjung di Kalimantan Timur. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 20(3 Sept).

Diterbitkan sejak
18-12-2019
Rekomendasi Sitasi
Parliansyah, E., Matius, P., Hastaniah, H., & Ruslim, Y. (2019). Inventarisasi Tumbuhan Tingkat Pancang Dan Semai Berkhasiat Obat Di Lembo Yang Digunakan Oleh Suku Dayak Tunjung Kampung Ngenyan Asa Kecamatan Barong Tongkok Kabupaten Kutai Barat. Jurnal Pertanian Terpadu, 7(2), 141-151. https://doi.org/10.36084/jpt.v7i2.189